Manfaat Spiritual Value di Bidang Marketing


Menjelang lebaran ini banyak teman-teman di berbagai kota yang minta sharing mengenai buku anyar saya Marketing to the Middle Class Muslim (Gramedia Pustaka Utama, 2014). Praktis dalam seminggu ini sekalian mudik ke Yogya saya melakukan “safari Ramadhan” (hehe..) untuk sharing buku tersebut. Di awali di Jakarta, Bandung, Solo, dan terakhir kemarin malam di Yogya. Banyak berdialog dengan teman-teman di berbagai kota saya semakin yakin bahwa kelas menengah muslim (#MiddleClassMuslim) merupakan “the hottest market in Indonesia”. Ada dua alasannya. Pertama, karena market size-nya luar biasa besar. Kedua, karena perilaku mereka bergeser 180 derajat.

Konsumen kelas menengah muslim di Indonesia memang mengalami pergeseran nilai-nilai dan perilaku yang luar biasa dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu yang menarik adalah semakin meningkatnya religiositas mereka. Semakin makmur mereka, semakin knowledgeable mereka, dan semakin technology-savvy, justru mereka semakin mencari manfaat spiritual (spiritual value) dari produk yang mereka beli dan konsumsi. Yaitu produk dan jasa yang menjalankan kepatuhan (compliance) pada nilai-nilai dan ajaran-ajaran Islam.




Coba lihat fenomena berikut. Kalau dulu konsumen muslim kurang begitu konsern dengan praktek riba dalam berbank, kini mereka menjadi peduli untuk menghindari riba. Buktinya bank syariah tumbuh demikian pesat selama 15 tahun terakhir mencapai 40 persen pertahunnya. Kalau dulu mereka tak begitu peduli dengan makanan halal, kini mereka menjadi sanga peduli. Survei yang saya lakukan tahun ini terhadap masyarakat kelas menengah muslim menunjukkan, untuk produk kosmetik setidaknya 95 persen dari responden mengecek label halal saat membeli produk. Begitu pula kaum wanita muslim kini semakin konsern untuk menutup auratnya, terbukti kini mereka berlomba-lomba mengenakan hijab.



Sharing di Petakumpet Yogya

Konsumsi Sebagai Ibadah
Mereka menempatkan konsumsi produk dan jasa sebagai bagian dari kegiatan ibadah dalam rangka mematuhi perintah-perintah Tuhan serta menjauhi larangan-larangan-Nya. Artinya, konsumsi terhadap produk dan jasa bukanlah berada di ruang hampa, tapi secara inheren merupakan perwujudan dari keimanan kepada Tuhan. Mereka menginginkan seluruh aspek kehidupannnya terjamah oleh unsur-unsur religi dengan menempatkannya dalam koridor nilai-nilai Islam.

Tak mengherankan jika dalam mengonsumsi makanan dan minuman kini mereka mulai tunduk pada prinsip-prinsip halal. Dalam hal berbusana mereka tak lagi sembarangan membuka aurat, khususnya untuk kaum muslimah, karena itu jelas menentang prinsip-prinsip Islam. Dalam mengelola aset mereka juga semakin peka untuk membersihkan praktek-praktek riba yang dilarang agama. Bahkan dalam urusan menginap di hotel kini pun mereka peduli bahwa hotel tersebut harus menyediakan mushola, tidak menyajikan minuman beralkohol, atau tidak membolehkan orang yang bukan mukhrim menginap dalam satu kamar.

Dalam mengonsumsi produk dan jasa, mereka tak hanya sekedar mencari manfaat fungsional dan emosional seperti sebelum-sebelumnya, tapi juga mulai mencari manfaat spiritual. Manfaat spiritual ini terwujud jika produk dan jasa tersebut bisa menjadi “enabler” bagi mereka dalam memperkokoh keislaman dan keimanan mereka kepada Allah SWT.

Apa yang didapat jika si konsumen telah terpenuhi kebutuhan-kebutuhan spiritualnya? Ketika telah yakin menghindari riba atau memakan makanan yang halal, maka mereka mendapatkan ketenangan jiwa, merasakan kedekatan dengan Sang Pencipta, menemukan kepasrahan dan keikhlasan hidup di dunia, atau keyakinan kelak masuk surga berkat investasi amal yang sudah mereka tanamkan di dunia. Dengan manfaat spiritual, mereka merasakan keselamatan tak hanya di dunia, tapi juga di akhirat kelak.

Formula Baru
Dalam dunia pemasaran, customer value didefinisikan sebagai manfaat-manfaat yang didapatkan oleh konsumen (benefits) dibandingkan dengan biaya-biaya yang ia keluarkan (cost). Customer value akan tinggi jika sebuah merek memberikan manfaat yang tinggi dan biaya-biaya yang rendah. Selama ini customer value umumnya hanya mengandung dua elemen yaitu manfaat fungsional (functional benefit) dan manfaat emosional (emotional benefit).
Nah, dengan adanya pergeseran konsumen yang semakin religius seperti saya uraikan di depan, kini muncul variabel manfaat baru yang kian penting dan mulai dituntut oleh konsumen kelas menengah muslim Indonesia, yaitu manfaat spiritual (spiritual value). Dengan adanya variabel baru ini, maka formula nilai (value formula) juga ikut-ikutan berubah seperti terlihat pada rumusan di bawah ini.

Apa jadinya jika formula nilai di atas berubah? Bagi para pemasar perubahan formula tersebut membawa implikasi yang luar biasa dan sangat fundamental. Dengan jumlah konsumen muslim demikian dominan mencapai 87 persen, para pemasar kini tak bisa lagi mengesampingkan mereka terhadap manfaat spiritual yang mereka butuhkan dan tuntut. Pemasaran di Indonesia harus mulai serius memasukkan manfaat spiritual tersebut dalam rumusan value proposition produk dan jasa yang ditawarkan, tentu dengan tetap mengedepankan manfaat fungsional dan emosionalnya.
Mengingat perubahan perilaku konsumen kelas menengah muslim ini masih sangat baru dan bakal berlangsung dalam waktu lama ke depan, maka Anda harus bergerak cepat. “Create a unique spiritual value!!! Get action now!!! And be the first in the market!!!”